![]() |
Sumber: Deraphukumpos/ busamat, S.Pd berikan ilustrasi video dari dua sisi pola Pikir pertumbuhan Anak usia dini hingga dampaknya |
DerapHukumPos.com, Malang - Di tengah pesatnya perubahan sosial akibat globalisasi, digitalisasi, dan perkembangan teknologi, pembentukan karakter generasi muda Indonesia menjadi tantangan yang semakin kompleks. Nilai-nilai tradisional seperti gotong royong, rasa hormat, dan integritas kini diuji oleh arus informasi tanpa batas serta gaya hidup instan.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, lebih dari 70% remaja Indonesia kini menghabiskan rata-rata 6-8 jam per hari di dunia digital. Kondisi ini mempercepat adopsi budaya global, namun juga memperbesar risiko lunturnya nilai-nilai lokal dan nasionalisme.
Kelompok Masyarakat Pokmas (Kaukus Muda Singosari) yang difasilitasi DPRD Provinsi Jatim Dapil 6 Malang Raya Fraksi Partai Demokrat Muhammad Arbayanto, S.H., M.H mengadakan Sarasehan dengan tema Pembentukan Karakter Generasi Muda : Tantangan dan Starategi di Tengah Perubahan Sosial dilaksanakan pada Minggu, (27/04) di TK Islam Insan Cita (Perum Istana Bedali Agung) T-2, Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Busamat, S.Pd menyebutkan bahwa tantangan terbesar adalah "krisis identitas" di kalangan remaja. "Mereka berada di persimpangan antara mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa dan menyesuaikan diri dengan tren global. Jika tidak dibimbing, mereka bisa kehilangan arah," ujarnya.
Selain itu, ketimpangan sosial, berita hoaks, serta konten negatif di media sosial turut memperkeruh proses pembentukan karakter. Lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat pun harus beradaptasi cepat untuk mengimbanginya.
Pemerintah dan berbagai lembaga pendidikan kini gencar memperkuat pendidikan karakter di semua jenjang sekolah. Program-program seperti Penguatan Pendidikan Karakter pelatihan kepemimpinan muda, hingga gerakan literasi digital dicanangkan untuk membekali generasi muda dengan nilai kejujuran, empati, tanggung jawab, dan kebangsaan.
Ditingkat komunitas, sejumlah organisasi pemuda menginisiasi gerakan sosial berbasis nilai, seperti kampanye anti-hoaks, program volunteerisme, dan kegiatan pelestarian budaya lokal. Pendekatan kolaboratif antara keluarga, sekolah, dan masyarakat luas dinilai kunci keberhasilan pembentukan karakter yang kokoh.
"Pembentukan karakter tidak bisa instan. Ini butuh keteladanan, konsistensi, dan lingkungan yang mendukung," tambah Busamat S.Pd
Di tengah tantangan yang ada, optimisme tetap mengemuka. Generasi muda Indonesia dianggap memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga kuat secara moral dan sosial.
"Anak itu rahmat, dan memfasilitasi anak itu adalah ibadah sehingga wajib dibekali dengan nilai-nilai yang benar dengan sumber kitab suci keyakinan masing-masing ," tutup Ismail selaku Ketua Yayasan TK Islam Intan Cita. (Red)