![]() |
DPW BNPM Jatim (Tindakan penyalahgunaan lahan Perhutani pesisir Desa Ambat adalah kejahatan lingkungan dan penyalahgunaan aset negara yang tidak bisa dibiarkan). |
DerapHukumPos.com, Pamekasan – Skandal penyalahgunaan lahan Perhutani di pesisir Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, semakin terang benderang. Investigasi media mengungkap bahwa lahan yang seharusnya dilindungi malah disulap menjadi bangunan permanen tanpa izin, merusak hutan mangrove yang berfungsi sebagai benteng alami pesisir.
Lebih parahnya lagi, dugaan keterlibatan oknum dari dinas terkait dalam memuluskan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) semakin menguat. Lahan dengan luas sekitar 250 x 500 m³ diduga dimanfaatkan secara ilegal untuk kepentingan pribadi, termasuk pembangunan kafe dan hotel yang bahkan disinyalir menjadi tempat praktik mesum.
Penyegelan Gagal, Aparat Tutup Mata?
Bangunan tersebut sebenarnya pernah disegel oleh Bupati Kiai Kholil saat pertama kali menjabat, namun ironisnya, tidak ada tindakan hukum yang jelas terhadap oknum yang membangun, maupun pihak dinas yang terlibat dalam penyalahgunaan lahan dan perusakan hutan mangrove.
Pertanyaannya, apakah lingkungan RT/RW, kepala desa, camat, hingga pihak Perhutani mengetahui dan sengaja membiarkan perusakan ini?Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin bangunan ini akan dijual atau dialihkan kepada pihak lain demi kepentingan oknum tertentu.
Padahal, pelanggaran ini sudah jelas dan pelakunya harus dihukum berat! Bangunan ilegal tersebut harus dibongkar dan lahan dikembalikan ke fungsi awal sebagai hutan mangrove.
Ali Yasin: “Jangan Ada Pembiaran, Proses Hukum Harus Tegas!”
Ali Yasin, perwakilan DPW BNPM Jawa Timur, menegaskan bahwa tindakan ini adalah kejahatan lingkungan dan penyalahgunaan aset negara yang tidak bisa dibiarkan.
"Ini jelas perampokan sumber daya negara! Perusakan hutan mangrove bukan hanya merugikan ekosistem, tapi juga menghancurkan perlindungan alami pesisir dari abrasi. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan, karena jika dibiarkan, kasus serupa akan terus berulang di berbagai daerah lainnya!" ujar Ali Yasin dengan nada geram, Minggu(9/03).
Ia juga mempertanyakan diamnya aparat dan pemerintah daerah yang seolah tidak memiliki nyali untuk menindak kasus ini.
"Kalau tidak ada tindakan, maka ini menandakan ada kongkalikong antara pelaku dan oknum pejabat. Hukum tidak boleh tumpul ke atas, siapapun yang terlibat harus dihukum setimpal!" tegasnya.
Tindakan penyalahgunaan lahan dan perusakan hutan mangrove ini melanggar sejumlah peraturan hukum, di antaranya: Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Agraria, KUHP
Seruan Tegas kepada Aparat Penegak Hukum (APH)
Dengan bukti yang sudah sangat jelas, aparat penegak hukum (APH) – terutama Polres Pamekasan, Polda Jawa Timur, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) – harus segera bertindak.
Jangan Biarkan Kasus Ini Menguap!
Kasus penyalahgunaan dan perusakan hutan mangrove ini sangat merugikan lingkungan, ekosistem pesisir, serta keuangan negara.Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Jika aparat tidak segera bertindak, maka ini adalah bukti nyata bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli!”
Di sisi lain Busamat sebagai pemerhati lingkungan mengatakan, “Jangan biarkan alam kita dihancurkan demi kepentingan pribadi segelintir orang! Aparat harus segera bertindak, bongkar bangunan ilegal ini, dan kembalikan hutan mangrove ke fungsi aslinya!"* tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan aktif dalam menjaga lingkungan. Ia berharap ada pengawasan ketat dari berbagai pihak agar kasus seperti ini tidak terus berulang.
"Jika kita diam, maka perusakan lingkungan seperti ini akan terus terjadi. Kita semua harus bersuara dan memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan!"pungkasnya.
Media dan masyarakat akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan hukum yang tegas, transparan, dan berkeadilan!.(Red)